
Syarat PBG Bangunan (Persetujuan Bangunan Gedung) sebagai Alternatif IMB
- Perizinan
- March 30, 2022
- No Comment
- 660
Pemerintah secara resmi menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantinya dengan izin baru yang disebut Persetujuan Mendirikan Bangunan (PBG). Izin tersebut harus dimiliki oleh siapa saja yang ingin membangun, memodifikasi atau memelihara bangunan tersebut. Perubahan IMB menjadi PBG diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021.
Aturan ini merupakan turunan dari amandemen pemerintah terhadap Undang-Undang Konstruksi Nomor 28 Tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang penciptaan lapangan kerja. PBG adalah izin yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk mendirikan, merenovasi, memperluas, mengurangi dan/atau memelihara bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung. Dalam peraturan ini, Pasal 347 ayat 1 mengatur bahwa sebelum diundangkannya PP 16/2021, apabila suatu bangunan telah diberikan izin oleh pemerintah kabupaten, izin tersebut tetap dinyatakan sah.
Kemudian, untuk bangunan gedung yang telah mendapatkan IMB dari Pemerintah Kabupaten Kota sebelum berlakunya PP 16/2021, izin tersebut tetap berlaku sampai dengan izin tersebut habis masa berlakunya.
Konten PBG
Mengutip laman Indonesia.go.id, Pasal 11 mengatur bahwa PBG setidaknya mencakup dua hal, yakni fungsi bangunan dan klasifikasi bangunan. Informasi ini harus dimasukkan dalam PBG. Jika mereka tidak mematuhi, pemilik dapat dihukum.
Berikut rinciannya:
Fungsi Bangunan
Menurut alinea kedua Pasal 4, bangunan gedung mempunyai lima fungsi:
- Tempat tinggal
- Agama
- Perdagangan
- Sosial budaya
- Fungsi khusus
Klasifikasi Bangunan
Pada saat yang sama, Pasal 9 (1) menyatakan bahwa ada banyak klasifikasi yang akan berlaku untuk bangunan yang dimiliki oleh perorangan. Ini terdiri dari kompleksitas (sederhana, tidak sederhana dan khusus) dan permanen (permanen dan tidak permanen). Hal ini juga terkait dengan tingkat bahaya kebakaran (sedang tinggi, rendah), lokasi (kokoh, sedang, dan rapuh), dan ketinggian bangunan (pencakar langit, tinggi, sedang, rendah).
Ini juga mengklasifikasikan kepemilikan bangunan (bangunan milik negara dan properti bukan milik negara) dan kelas bangunan (ada 10 kelas bangunan).
Penerbitan PBG
Departemen PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) menyatakan dalam publikasi berjudul “Isi Substansial Rancangan Peraturan Pemerintah Bangunan Gedung” bahwa selama pemohon memiliki pernyataan kesesuaian dengan standar teknis, PBG dapat diterbitkan dalam waktu dua hari. Keberadaan PBG ini nantinya akan menerapkan konsep NSPK (Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria) pemerintah pusat. Konsep ini berbeda dengan IMB yang diberlakukan sebelumnya.
Jika IMB harus dibereskan sebelum bangunan dibangun, PBG akan mengizinkan pembangunan segera asalkan memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Selain PBG, pemilik juga harus memiliki setidaknya dua jenis izin lainnya, yaitu:
SKBG (Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung)
SBKBG harus memuat keterangan tentang fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung, seperti Pasal 4 dan 9. Pasal 275 mengatur tentang SKBG yang meliputi keterangan tentang kepemilikan bangunan gedung, alamat bangunan gedung, status hak atas tanah, nomor PBG, dan nomor SLF (Sertifikat Laik Fungsi). Selain itu terdapat lampiran-lampiran antara lain perjanjian penggunaan tanah, akta pisah, gambar keadaan dan akta perwalian.
SLF (Sertifikat Laik Fungsi)
SLF disediakan oleh pemerintah daerah untuk menggambarkan kelayakan fungsional bangunan sebelum digunakan atau ditempati. Menurut Pasal 297, SLF rumah tinggal perlu diperpanjang 20 tahun, dan bangunan lain perlu diperpanjang 5 tahun. Mengutip alinea ketiga Pasal 347: “Untuk bangunan gedung yang telah dibangun tetapi belum memiliki PBG, untuk memperoleh PBG, SLF harus diproses sesuai dengan peraturan pemerintah.”
PBG, SLF dan SKBG semuanya diajukan oleh pemohon melalui website bernama Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) pada halaman www.simbg.pu.go.id. Nantinya, izin itu akan dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Perbedaan Antara IMB dan PBG
Menurut PP terbaru, PBG mengacu pada izin yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun, merenovasi, memperluas, mengurangi, dan/atau memelihara bangunan sesuai dengan standar teknis bangunan gedung. Sebagai acuan, PP Nomor 16 Tahun 2021 merupakan ketentuan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja atau Undang-Undang Penciptaan Lapangan Kerja, khususnya dalam Pasal 24 dan Pasal 185 b. Dengan terbitnya peraturan terbaru, maka peraturan pembangunan gedung lama terkait IMB dalam PP No.36 Tahun 2005 otomatis direvisi.
Dibandingkan dengan IMB, IMB adalah izin yang harus diperoleh pemilik bangunan sebelum atau pada saat mendirikan bangunan. Rincian teknis bangunan harus dilampirkan saat mengajukan izin. PBG lebih seperti aturan izin yang menentukan bagaimana bangunan harus dibangun. Aturannya adalah bagaimana bangunan harus memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Secara khusus, standar teknis yang dimaksud meliputi standar perencanaan dan perancangan bangunan gedung, standar pelaksanaan dan pengawasan konstruksi bangunan gedung, dan standar pemanfaatan bangunan gedung.
Disusul dengan standar pembongkaran bangunan, peraturan perlindungan Bangunan Gedung Cagar Budaya (BGCB) dan peraturan pelaksanaan Bangunan Gedung Fungsi Khusus (BGFK). PP juga mengatur peraturan pelaksanaan Bangunan Gedung Hijau (BGH), peraturan pelaksanaan Bangunan Gedung Nasional (BGN), peraturan dokumen, dan peraturan bagi peserta pelaksanaan bangunan gedung. Dengan mengacu pada peraturan PBG, pemilik bangunan gedung juga harus mencantumkan fungsi bangunan tersebut.
Fungsi bangunan meliputi fungsi hunian, fungsi religi, fungsi komersial, fungsi sosial budaya dan fungsi khusus. Perbedaan antara IMB dan PBG terletak pada panggung. IMB merupakan izin yang harus dikelola oleh pemilik bangunan gedung, sedangkan PBG hanya merupakan peraturan tentang hal-hal teknis dalam konstruksi.
Apabila pemilik bangunan gedung tidak memenuhi keberlakuan penetapan fungsi dalam PBG, maka akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
- Peringatan tertulis.
- Pembatasan kegiatan pembangunan.
- Menangguhkan konstruksi untuk sementara atau permanen.
- Berhenti sementara atau permanen menggunakan bangunan.
- PBG beku.
- Penarikan PBG.
- Membekukan SLF bangunan.
- Pencabutan SLF konstruksi.
- Perintah untuk menghancurkan bangunan.
Demikian penjelasan tentang apa itu PBG. Temukan lebih banyak pilihan layanan terlengkap mulai dari layanan PBG hingga digital marketing di Projasa.co.id. Semoga bermanfaat!